WANGSA SAILENDRA
Wangsa atau Dinasti Sailendra adalah dinasti yang berkuasa di Jawa khususnya pada Kerajaan Mataram Kuna Periode Jawa Tengah. Dinasti ini menurunkan raja-raja besar yang memerintahkan pembangunan candi-candi kerajaan berukuran besar seperti Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Kalasan, Candi Mendut, Candi Lumbung dan lain-lain.
Di Indonesia nama Śailendravamsa dijumpai pertama kali di dalam Prasasti Kalasan dari tahun 778 M dengan sebuatan Śailendragurubhis, Śailendrawańśatilakasya dan Śailendrarajagurubhis. Pada prasasti lainnya Nama Sailendra juga ditemukan pada prasasti Kelurak dari tahun 782 M dengan sebutan Śailendrawańśatilakena, dalam prasasti Abhayagiriwihara dari tahun 792 M dharmmatuńgadewasyaśailendra, prasasti Sojomerto dari sekitar tahun 700 M selendranamah dan prasasti Kayumwuńan dari tahun 824 M śailendrawańśatilaka. Sementara itu, di luar Indonesia nama ini ditemukan dalam prasasti Ligor dari tahun 775 M dan prasasti Nalanda. Mengenai asal usul keluarga Śailendra banyak dipersoalkan oleh beberapa sarjana. Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh sejarawan dan arkeologis dari berbagai negara. Ada yang mengatakan bahwa keluarga Śailendra berasal dari Sumatra, dari India, dan dari Funan.
Majumdar menyampaikan angapannya bahwa keluarga Śailendra di Nusantara, baik di Śrīwijaya (Sumatera) maupun di Mdaŋ (Jawa) berasal dari Kalingga(India Selatan). Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Nilakanta Sastri dan Moens. Moens menganggap bahwa keluarga Śailendra berasal dari India yang menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada tahun 683 Masehi, keluarga ini melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya.
Menurut beberapa sejarawan, keluarga Śailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad VII Masehi dengan menyerang kerajaan Tarumanagara dan Ho-ling di Jawa. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atas Prasasti Kota Kapur yang mencanangkan ekspansi atas Bhumi Jawa yang tidak mau berbhakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta Selendra pada prasasti Sojomerto. Gelar ini ditemukan juga pada prasasti Kedukan Bukit pada nama Dapunta Hiyaŋ. Prasasti Sojomerto dan prasasti Kedukan Bukit merupakan prasasti yang berbahasa Melayu Kuna.
Banyak ahli beranggapan bahwa kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjayayang beragama Hindhu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Kelurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih.
Salah satu Maharaja pada Dinasti Sailendra adalah Raja Indra. Pada masa pemerintahan Raja Indra (782-812 M) putera Raja Indra bernama Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti Kalasan (778 M) memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Dewi Tara sebagai Bodhisattva wanita. Pada tahun 790, dikabarkan Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833 M). Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.