adalah kondisi deformasi pada struktur bangunan yang tidak stabil dan cenderung tidak rata karena tenggelam ke tanah. Kemelesakan pada struktur candi bisa terjadi karena faktor internal dan eksternal. Beban struktur dan kondisi kestabilan tanah merupakan faktor utama penyebab kemelesakan.


Candi Borobudur juga pernah mengalami kemelesakan pada strukturnya pada saat sebelum dilakukannya pemugaran II. Kemelesakan pada Candi Borobudur banyak terjadi pada dinding candi dan lorong candi. Selain itu, pada masa penemuan kembali Candi Borobudur sekitar tahun 1814, kemelesakan juga diketahui terjadi pada area stupa teras (Arupadhatu). Hal ini dapat diketahui dari foto yang diambil oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebelum dan sesudah pemugaran I (1907-1911).


Berdasarkan foto tersebut, diketahui bahwa sebagian besar lantai pada stupa teras telah melesa sehingga bentuknya bergelombang. Oleh van Erp selaku ahli yang memimpin pemugaran I Candi Borobudur, kemelesakan tersebut ditanggaulangi dengan cara mengaplikasikan mortar tradisional pada lantai lorong dan lantai stupa teras.


Aplikasi mortar tersebut dimaksudkan untuk membuat lantai candi yang melesak menjadi rata dengan menambahkan pasangan batu baru pada permukaan lantainya. Pada pemugaran Candi Borobudur yang kedua (1973-1983) kemelesakan pada dinding candi ditanggulangi dengan membuat metode perkuatan struktur menggunakan plat beton di bawah lantai candi. Hingga saat ini metode perkuatan tersebut masih dinilai efektif untuk menjaga kestabilan struktur Candi Borobudur.


Kondisi Candi Borobudur sebelum pemugaran tahap I